Jumat, 21 Oktober 2016

DHARMA WACANA AGAMA HINDU "Swadharma Ibu Dalam Keluarga Hindu"



Om Swasti Astu, Om Awiganm Astu Nama Sidam
Om sukham bhuantu, sriam bhuantu, purnam kasama sampurna yanamah
Bapak, ibu dan saudara-saudara umat Sedharma yang saya muliakan. Seyogianyalah kiat senantiasa mengahturkan sujud bakti kita kehdapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas Asung Kerta Waranugraha beliau, kita dapat berkumpul dalam melaksanakan Utsawa Dharma Gita. Dalam kesempatan yang berbahagia ini saya menyampaikan Dharma Wacana dengan judul :
“Swadharma Ibu Dalam Keluarga Hindu”
Ibu adalah wanita yang memiliki sifat utama, mulia dan suci yang patut dihormati dan di utamakan. Ibu mempunyai beberapa dharma dalam kehidupannya yang ditimbulkan akibat dari kodratnya, yaitu:
·         Jati Dharma adalah dharma yang dianut menurut kelahirannya.
·         Kula Dharma yaitu dharma yang dianut menurut keluarganya.
Ibu dalam keluarga yang dikaitkan dengan Swadharmanya, erat hubungannya dengan Kula Dharma, karena ibu sudah mempunyai Swadharma sebagai ibu dari keluarga yang nantinya akan dihadapkan dengan berbagai macam peranan-peranannya.
Dalam keluarga hindu ibu memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
·         Ibu Pendamping Suami

·         Ibu Penerus Keturunan

·         Ibu Sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama


   Ibu Pendamping Suami
Kesetiaan pada suami yang diamalkan dalam pengabdiannya, ibu dapat menjadi teman terdekat yang paling setia dan memberikan dorongan positif kepada suaminya. Sebagai pengamalan dari rasa cinta kasihnya seperti apa yang tercantum dalam kitab suci Slokantara (Sloka 2) disebutkan :
Kupacatad wai paraman saropii
Saran catad wai paramo’pi yajnah
Yajna catad wai paramo’pi putrah
Putra catad wai paraman hi satyam
Artinya :
Membuat telaga untuk umum itu lebih baik dari pada menggali seratus sumur
Melakukan yadnya (korban suci) itu lebih tinggi mutunya dari pada membuat seratus telaga
Mempunyai seorang putra itu lebih berguna dari pada melakukan seratus yadnya
Dan menjadi manusia setia itu jauh lebih tinggi mutu dan gunanya dari pada mempunyai seratus putra.
Dari sloka ini dijelaskan bahwa kesetiaan ibu kepada suami sebagai barometer untuk keluarga yang harmonis, ibu yang mendampingi suami dalam suka dan duka. Unsur kesetiaannya juga diamalkan dalam peranannya sebagai pendorong dalam meningkatkan semangat hidup untuk beryadnya. Karena hidup ini sebenarnya merupakan yadnya.

2.      Ibu penerus keturunan
Ibu memiliki kodrat dalam kehidupannya yang telah ditakdirkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber kelahiran manusia yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Dengan cinta kasih dan segenap jiwaraganya ibu menjaga kita, merawat kita dari dalam kandungan hingga kita lahir, anak-anak dan menjadi dewasa. Karena itu merupakan tugas suci yang bersifat mulia. Ibu juga bertanggung jawab penuh mendidik anak karena dari setia dan cintanya terlahirlah anak sebagai penerus keturunaan. Seperti yang dinyatakan dalam pustaka suci Manusmerti XI sloka 27 :
Utpadanam apatyasya jatasya paripalanam
Paratyaham lokayatrayah prtyaksam strinirbandhanam.
Artinya :
Melahirkan anak, memelihara yang telah lahir, lanjutnya peredaran dunia, wanitalah yang menjadi sumbernya.
Dengan berpedoman pada sloka tersebut sangat jelas bahwa ibu memiliki kewajiban sebagai sumber kelahiran manusia serta lanjut untuk memliharanya. Ibu juga sebagai guru pertama yang mendidik kita mulai belajar duduk, merangkak, berjalan, berbicara dan lain sebagainya. Cinta kasihnya yang menerangi seperti pelita dalam kegelapan. 

3.      Ibu sebagai penyelenggara aktivitas agama
Peranan ibu sebagai penyelenggara aktivitas agama dalam keluarga hindu karena sebagian besar upakara dilaksanakan oleh para wanita atau kaum ibi-ibu. Pelaksanaan upacara setiap hari atau hari-hari besar keagamaan seperti yang tercantum dalam manawa dharma sastra bab 3 sloka 56 berbunyi:
Yatra nasyantu pujyante
Ramante tatra dewatah
Yatraitastu napujyante
Sarwastara phalah kriyah
Artinya:
Dimana wanita dihormati, disanalah para Dewa-Dewa merasa senang
Tetapi dimana mereka tidak dihormati, tidak da upacara suci apapun yang akan berpahala
Apa yang disabdakan dari sloka ini, pentingnya ibu untuk dihormati karena tanpa rasa hormat semua upacara suci tak berpahala. Maka dari itu setiap ada upacara keagamaan pasti ibu kita mulai akan sibuk mempersiapkan persembahan berupa membuat jajan, mejejahitan, metanding (mengatur semua upakara menjadi banten), dan mempersembahkannya hingga selesai. Karena upacara merupakan suatu kegiatan manusia menghubungkan diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa melalui suatu persembahan berupa yadnya.
Bapak, ibu dan saudara-saudara umat sedharma yang saya muliakan, dari uraian yang berhubungan dengan swadharma ibu dalam keluarga hindu sepatutnyalah kita sebagai putra putri yang terlahir dari ibu mampu menggunakan kecerdasan yang paling utama untuk menjadi anak yang suputra, berbakti kepada guru rupaka kita. Merawat mereka saat mereka saat mereka tua dan melaksanakan upacara pitra yadnya sebagai ucapan terima kasih kita kepada orang tua yang telah melahirkan dan merawat kita sampai sekarang. Karena bagaimanapun kita berterima kasih hutang budi kita masih besar belum dapat kita bayar kepada orang tua kita terutama kepada ibu yang telah mempertaruhkan jiwanya, Yang bergantung pada sehelai rambut pada saat melahirkan kita yang merupakan kodratnya sebagai wanita.
Demikianlah dharma wacana yang dapat saya sampaikan dan saya akhiri dengan “om matra hinam, kriya hinam, bhakti hinam, janadhanam yapujitam maya dewam paripurnam tat astume”
Om santi santi santi om



0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates